Rabu, 20 Mei 2009

Angkringan

Akhir-akhir ini, banyak sekali 'angkringan' yang menghiasi di sudut-sudut Batam kota. Angkringan, semacam warung sederhana yang menyediakan beraneka-ragam makanan ringan, cemilan, gorengan, wedang teh tubruk dan tentunya sego kucing.

Angkringan tanpa sego kucing dan wedang, rasanya hambar. Dua unsur itulah, yang menyebabkan warung sederhana itu di sebut angkringan, tempat nangkring sambil minum wedang, nyamil dan ngobrol ngalor-ngidul tanpa jelas. Sego kucing, nasi secuil dengan lauk pauk seadanya, layaknya sejumput nasi untuk pakan kucing.

Aku mengenal angkringan waktu muda dulu, di sudut kota Solo, ketika suatu waktu aku ngelayap ke kota itu. Aku menghabiskan berbungkus-bungkus sego kucing, dengan camilan kacang kedelai rebus, mencomot ubi rebus dan menyeruput teh tubruk manis.
Indah nian di sudut kota Solo kala itu. Remang-remang, menikmati dinginnya jam 01 dinihari berselimut titik-titik embun, dengan nangkring di warung sederhana berlampu redup.

Dari kejauhan, mengepul asap wedang yang direbus api kecil yang keluar dari bara.

Nah, sekarang suasana tempo dulu, waktu muda itu banyak tersaji di sudut-sudut Batam kota, ratusan kilometer dari sudut kota Solo. Angkringan.
Bila anda ingin mencoba menikmati suasana angkringan, yang aku tahu ada di 3 titik sudut kota yaitu di depan Nagoya Hill, di dekat simpang kuda Sungai Panas dan di sudut perumahan Legenda Malaka.

Cobalah nikmati suasananya...
Yah, karena di angkringan hakikat yang kita beli adalah suasana, bukan makanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar