Sabtu, 11 April 2009

Ruli di Batam

Hari ini,
nggak kerasa ternyata aku sudah 3 tahun lebih menetap di Batam. Yah, Batam! sebuah pulau kecil kalau kita lihat di peta dunia. Setitik pulau kecil di propinsi Kepulauan Riau, yang berdekatan dengan Singapura.

Pertama kali menginjakkan kaki di Bandara Hang Nadim, belum bisa menilai pulau ini. Kecuali para sopir taksinya yang tidak mau memakai argo, dan menentukan argo taksi berdasarkan tawar-tawaran harga, persis kayak kita beli ikan atau sayuran di pasar.
Mmm...bagaimana para pelancong akan mau kesini lagi, kalo sambutan awalnya kurang menggembirakan begini..?

Keluar dari gerbang bandara, menyusuri jalanan yang bersih, mulus dan rapih, hatiku mulai berbunga-bunga. Eh, keren juga kota ini yah...? Bersih dan nyaman, gumamku dari balik jendela taksi.
Itulah kesan pertama, yang membuatku jatuh cinta...

Hari berganti, bulan berubah, tahun bertambah...
semakin ku susuri kota Batam, semakin terasa nggak indah. Pupus sudah cinta pada pandangan pertamaku terhadap kota ini...
Ternyata ada hal mendesak yang harus dibenahi oleh kota Batam, hal itu bernama : Ruli...

Yah, ruli atawa rumah liar. Gubuk-gubuk liar seadanya yang terbuat dari bahan triplek atau bahan batako yang rapuh itu menyesaki seluruh sudut Batam. Kemanapun kau menyusuri Batam, akan kau temui gerumbulan gubuk liar itu...

Aku maklum kalau pemukiman merupakan hal yang urgen di sini. Soalnya kita harus mahfum, kalo Batam ini tempat para pekerja dari seluruh penjuru Indonesia datang, mencari pekerjaan. Mirip contekan kota Jakarta, yang didatangi manusia dari penjuru Indonesia.
Begitu juga di Batam ini, orang berdatangan ke sini, atau para TKI/TKW yang dideportasi dari Singapur atau Malaysia, yang nggak mau pulang kampung, akhirnya menetap di Batam.

Maka tumplek-lah semua suku dan ras di sini, menghuni rumah-rumah liar di tanah yang kosong...
Ironis yah?

Dan, mustinya pemerintah setempat mengantisipasi hal ini...
Caranya? Bikinlah rumah susun sangat sederhana dengan angsuran kredit yang murah dan waktu yang lama (30 tahun?), untuk memiliki rumah susun sangat sederhananya...
Daripada membuat proyek-proyek yang tidak jelas dan terbengkalai?
Gini,
Bikinlah rusun sangat sederhana dengan angsuran kredit per bulan 100 ribu, di cicil selama 30 tahun untuk memilikinya. Pasti orang-orang yang selama ini tinggal di ruli, akan setuju memiliki rumah sendiri, walaupun sangat sederhana. Dengan mencicil 100 ribu per bulan, orang-orang akan giat bekerja mencari uang untuk menutupi angsurannya.
Kalau tidak mampu bayar? Silahkan meninggalkan rumahnya, untuk digantikan oleh orang lain...
Kalau dibeli oleh orang kaya untuk dijadikan kontrakan? Yah, tegas...jangan boleh!
Sorry, bukannya menggurui atau mengajari, ini cuma renunganku saja di malam gerah ini...
Boleh ditolak, dibantah atau dicampakkan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar